Dikisahkan bahwa ketika Umar bin Khattab radiallahu anhu datang ke Syam, ia dan pengawalnya bergantian naik unta. Jika umar naik, maka pengawalnya yang memegang tali kekang unta itu. Ia berjalan sekitar 8 kilometer.
Lalu umar turun, giliran pengawalnya yang naik di atas unta. Maka Umar memegang tali kekang unta tersebut dan berjalan 8 kilometer.Tiba-tiba di tengah jalan Umar melihat air, maka belia pun mulai meneguk air itu sambil memegang tali kekang unta. Kemudian gubernur Syam saat itu, Sa’id ibn Syaddad muncul.
Ia berkata, “Wahai amirul mukminin, apa yang kau lakukan. Tidak baik bagimu, jika rakyat melihatmu dengan keadaan seperti ini.”
Umar menjawab,” Dengan islam, aku tidak akan memedulikan ocehan orang lain.”
catatan kecil :
Khalifah Umar termasuk pemimpin islam ‘eksentrik’ yang menjadi suri tauladan karena ketegasan, keadilan, serta akhlaqnya. Dalam kisah ini beliau bersedia bergantian naik unta demi kemanusiaan, sekaligus tidak merasa takut hal tersebut mengurangi nama baiknya..
Sebuah akhlaq yang luar biasa, yang menjadikan setan takut kepada beliau. Pantaslah jika suatu ketika Rasulullah pernah bersabda : “kalau saja ada Nabi lagi sesudahku, itu pastilah Umar…”
Patut dijadikan contoh kepemimpinan di masa sekarang..
contoh seorang pimpinan yg baik
bener bro..
sep,, pemimpin yg mau melayani,, bukan di layani..
susah dicari..
ok
🙂 sip
contoh tauladan
amiinn
dan umar pun merupakan salah satu sahabat nabi yg dijanjikan masuk surga. Harusnya para pemimpin kita meniru bagaimana umar mempin rakyatnya. 🙂
bener banget 🙂
DIANJURKAN IRI………
Kenapa ada orang-orang yang ‘iri’ terhadap kesuksesan orang lain yang memiliki karir yang tinggi, pekerjaan yang bagus, gelar akademis, sekolah atau bekerja di luar negeri, kekayaan yang banyak, istri yang cantik, berbagai prestasi, dan hal serupa lainnya?
Tapi orang-orang tersebut ‘tidak iri’ terhadap orang lain yang memiliki hafalan quran yang banyak, tilawah quran yang baik, kebiasaan shalat s
unnah yang istiqamah, dan hal serupa lainnya.
Kitakah?
Rasulullah saw mengingatkan kita, “Tidak ada iri yang dianjurkan kecuali dalam dua perkara, yaitu orang yang diberikan pemahaman Al Qur’an lalu dia mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang dan orang yang Allah karuniai harta lalu dia menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR Muslim)
Pada dasarnya ‘iri’ terhadap hal keduniaan seperti ingin memiliki kendaraan yang bagus serupa dengan milik saudaranya, memiliki karir yang baik, atau keinginan yang semisal itu adalah hal fitrah, manusiawi sekali, itu mubah.
Akan tetapi yang berbahaya dan tercela adalah ‘iri’ dalam perkara dunia apabila berlebihan sehingga menjadikannya terlalu berharap, berangan-angan apalagi sampai berlomba-lomba dalam perkara dunia. ‘Iri’ seperti ini tidak ada nilai kebaikannya.
Adapun ‘iri’ dalam perkara akhirat adalah dianjurkan sebagaimana hadits Rasulullah saw di atas.
Untuk mengetahui kondisi ‘iri’ dalam hati, kita dapat lihat melalui reaksi kita dalam menggapai keinginan tersebut. Ke arah mana kita condong?
Misalnya, ketika kita ‘iri’ terhadap karir atau harta, kita akan bekerja keras. Namun, ketika kita ‘iri’ terhadap orang yang memiliki hafalan Al Quran yang banyak, apa kita berjuang keras untuk memiliki hafalan Al Quran tersebut?
Doa
Sederhananya keinginan-keinginan kita digambarkan melalui doa yang kita sering panjatkan. Apa saja doa yang kita pinta?
Meminta harta yang banyak, lulus dalam ujian, dapat nilai A, naik gaji, dan sebagainya?
Kemudian dimana pinta kita untuk memiliki hafalan Al Quran, memiliki pemahaman agama yang baik, meminta kecintaan terhadap Al Quran, dan sebagainya?
Teringat nasihat Imam Hasan Al Bashri dan ulama-ulama terdahulu,
“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”
“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia bersedih karena telah diungguli dalam perkara ketaatan.”
Semoga kita semua terhindar dari sifat ‘iri’ yang membinasakan. Amiin ya Rabb.
“Dengki ‘iri’ itu menghapus kebaikan sebagaimana api menghanguskan kayu bakar.” (HR Ibnu Majah)
Wallahua’lam bish shawab ..
wow.. mantep banget mas tulisannya…