Wara’ : Kebesaran agama

Wara’ adalah sikap meninggalkan perkara yang syubhat (samar atau tidak jelas halal haramnya) karena khawatir terjatuh ke dalam perkara yang diharamkan. (at-Ta‘rifat, al-Jurjani, 1/325, Subulus Salam, 2/261).

Abu Abdirrahman al-’Umari az-Zahid t berkata, “Apabila seorang hamba memiliki sifat wara’ niscaya dia akan meninggalkan perkara yang meragukannya menuju kepada perkara yang tidak meragukannya.” (Jami’ul ‘Ulum, 1/281)

Sementara Hassan bin Abi Sinan t mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang lebih ringan/mudah daripada sikap wara’. Apabila ada sesuatu yang meragukanmu maka tinggalkanlah.” (Jami’ul Ulum,1/281)

Sikap wara’ secara mendetail hanya dapat direalisasikan oleh orang yang istiqamah jiwanya (dalam mengerjakan kewajiban dan meninggalkan perkara yang dilarang), seimbang amalannya dalam takwa dan wara’.

Selengkapnya

Nabi Sulaiman dan ikan laut

Tidak ada seorang manusia maupun makhluk apapun yang dapat menggantikan Allah swt untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup dan rizki manusia, terlebih lagi bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya.

Dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman AS ketika urusan dunia telah dilapangkan kepadanya seluas-luasnya dan ia mengatur manusia, bangsa jin, hewan buas, burung-burung, bahkan ia pun telah mengatur seluruh angin, lagi pula ia berkepribadian mulia, lalu ia pun memohon izin kepada Allah swt untuk memberi rizki seluruh makhluk yang biasa memperoleh rizki dari Allah swt, dalam jangka waktu setahun penuh.

Kemudian dijawablah permohonan izin Nabi Sulaiman AS tersebut oleh Allah swt, Allah swt kemudian berfirman kepadanya: “Sungguh, engkau tidak akan mampu”. Sahut Nabi Sulaiman AS: “Ya Allah, izinkanlah bagiku barang sehari saja”. Maka, akhirnya diluluskanlah permohonan Nabi Sulaiman tersebut oleh Allah swt untuk jangka waktu sehari.

Selengkapnya

3 Sumber Segala Dosa

Nabi SAW bersabda, ”Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati.”(HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas’ud).

Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.

Selengkapnya